Selasa, 17 Juni 2025

author photo


Cahaya Perubahan
, Rejang Lebong - Polemik petisi 37 tenaga pendidik di SMKN 2 Rejang Lebong (RL) kian memanas. Teranyar, puluhan guru yang menandatangani petisi bersikukuh membeberkan arogansi Kepala Sekolah SMKN 2 RL dan menuntut agar Kepsek SMKN 2 dicopot dari jabatannya. Disisi lain, Kepala Sekolah SMKN 2 RL, Agustinus Dani membantah tudingan keberatan guru yang disampaikan dalam petisi tersebut dan meminta agar para guru bisa duduk bersama mencari solusi atas permasalahn tersebut.


Kepsek SMKN 2 RL, Agustinus Dani saat menyampaikan klarifukasinya kepada sejumlah awak media membantah isi tuntutan dari puluhan guru yang membuat petisi tersebut. Menurutnya, apa yang disampaikan para guru melalui petisi tersebut tidak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya.


"Mulanya saya kaget dengan petisi yang dibuat oleh perwakilan guru kita ini. Namun dari poin-poin tuntutan yang saya baca, itu semuanya tidak benar," ujar Agustinus Dani saat jumpa pers diruang kerjanya, Selasa (17/6).


Kepada awak media, Agustinus Dani memaparkan penjelasan satu persatu poin keberatan guru yang ada dalam petisi tersebut. Seperti pada poin PIP, pihaknya memotong bukan tanpa alasan, melainkan karena siswa yang bersangkutan memiliki tunggakan di sekolah, mulai dari tunggakan baju, maupun uang komite dan lainnya.


Sedangkan untuk poin gaji guru honor, Agustinus Dani menjelaskan jika hal itu memang tidak bisa digaji dengan berbagai alasan. Pertama ada guru honorer yang SK nya dari Provinsi Bengkulu maupun Diknas Provinsi Bengkulu, sehingga tidak bisa digaji melalui anggaran di sekolah, karena tidak ada SK Kepala Sekolah. Lalu ada juga guru honor yang mengajar di sekolah, belum terdaftar di Dapodik dan belum memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Sehingga honornya juga tidak bisa dibayarkan oleh pihak sekolah.


"Kami sudah mengkoordinasikan perihal gaji guru kita itu ke pihak Cabdin. Namun pihak Cabdin juga tidak bisa menjawabnya. Sehingga kita tidak bisa mengeluarkan gaji guru tersebut melalui dana BOS, karena akan menyalahi aturan, dan kita juga saat ini tidak boleh memungut komite lagi. Sedangkan untuk pemotongan PIP, kita memiliki alasan sendiri kenapa ada pemotongan. Yang kita potong itu siswa yang ada tunggakan di sekolah. Bahkan untuk pencairan PIP sendiri, siswa yang bersangkutan waktu itu terlibat langsung, dimana saat pencairan, saya sedang ada pelatihan di Bandung," jelas Agustinus.


Sementara itu untuk poin hutang fotokopian yang ada di pihak ketiga Agustinus menegaskan, dirinya tidak tahu menahu perihal tersebut. Karena saat serah terima jabatan dengan Kepsek sebelumnya, yang diketahuinya SMKN 2 Rejang Lebong sudah tidak ada hutang lagi kepada pihak ketiga. Sehingga menurutnya, jika masih ada tunggakan dengan pihak ketiga yang belum lunas, itu merupakan urusan Kepsek sebelumnya.


"Hutang fotokopian yang dibicarakan itu bukan masa kepemimpinan saya. Semenjak saya menjabat Kepsek disini juga, saya sudah tidak menggunakan fotokopian tersebut. Kalaupun ada utang fotokopian di masa kepemimpinan saya, saya sudah meminta yang bersangkutan untuk membuat nota dan kwitansinya secara resmi. Namun faktanya tidak ada yang masukkan tagihan ke bendahara saya," terangnya.


Lebih lanjut saat ditanya soal nasib guru yang belum digaji maupun soal sikapnya terhadap petisi tersebut Agustinus menyampaikan jika pihaknya akan mengajak para guru pembuat petisi untuk duduk bersama dalam waktu dekat ini.


"Kita akan agendakan duduk bersama dengan para guru yang membuat petisi. Akan kita kejar agendanya dalam Minggu ini. Sehingga duduk bersama akan segera dilaksanakan," ujar Agustinus Dani.


Diwaktu bersamaan, salah satu Guru ASN SMKN 2 RK, Alexander Leo Permadi membeberkan jika akar dari munculnya petisi adalah suasana kerja yang tidak harmonis.


“Kebijakan-kebijakan kepala sekolah kami nilai merugikan siswa. Contohnya, pemotongan PIP sebesar Rp100 ribu. Dari sekitar 90 penerima, 99 persen dipotong. Ini jelas melanggar UU Nomor 19 Tahun 2024,” tegasnya kepada awak media didampingi oleh puluhan guru pembuat petisi saat jumpa pers di halaman gedung SMKN 2 RL.


Dituturkan Alexander, para siswa bahkan sempat langsung mengadu ke Gubernur Bengkulu. “Karena siswa sudah berani bersuara, kami para guru pun menyusul bertemu Gubernur. Karena elama ini kami memang merasa tertekan,” kata dia.


Ia juga menyebut adanya praktik arogan di lingkungan sekolah. “Kami pernah disuruh bersihkan WC, PTT disuruh merumput dan jaga malam. GTT bahkan dijadikan kepala jurusan, padahal tidak sesuai.”


Guru honorer lainnya, Herlina Julianti, mengungkap honor mengajarnya sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025 belum dibayar. “Padahal saat itu belum ada edaran gubernur,” ujarnya.


Beberapa guru juga mengaku pernah dimarahi di depan umum dan mendapat ancaman terkait sertifikasi.


Bahkan, menurut Alexander, dirinya dan beberapa guru sempat dilaporkan ke polisi tanpa pemanggilan terlebih dulu. “Saya bahkan dituduh memprovokasi siswa untuk melaporkan persoalan pemotongan PIP ke Pengawas, padahal saya tidak hadir dalam pertemuan itu,” katanya.


Alexander juga mempertanyakan keabsahan status Agustinus sebagai kepala sekolah. “Beliau tidak memiliki SK capeg maupun sertifikat kepemimpinan,” ujarnya.


Persoalan lain yang disebut adalah WiFi sekolah yang tak dibayar sejak Februari meski anggaran tersedia dalam dana BOS, serta adanya guru yang diminta mundur dari jabatannya tanpa alasan jelas. (Ifan)

Beriklan

Tulisan ini memiliki 0 komentar

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

banner